Loading...

Reformasi Birokrasi

Kementerian Pertanian, RI

img

Si-Perditan menginformasikan potensi kekeringan : Mengurangi Resiko Gagal Panen Akibat Kekeringan

Kementerian Pertanian melalui Sistem Informasi Peringatan Dini dan Penanganan Perubahan Iklim pada sektor pertanian (Si-Perditan) telah menginformasikan potensi kekeringan yang akan melanda di sebagian besar daerah di Indonesia. Puncak musim kemarau akan terjadi di bulan Agustus – Oktober 2019 dan akan mulai musim hujan di bulan November 2019. Jadi ada pergeseran musim hujan 1-2 bulan yang biasanya terjadi musim hujan di bulan oktober.

Selanjutnya hasil pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan hingga tanggal 20 Juni 2019 dan prakiraan peluang curah hujan sangat rendah (< 20 mm/10 hari), telah terjadi hari tanpa hujan (HTH) berturutan pada beberapa wilayah yang berdampak pada potensi kekeringan meteorologis (iklim) dengan status SIAGA hingga AWAS di beberapa daerah. Status AWAS (telah mengalami HTH >61 hari dan prospek peluang curah hujan rendah <20mm/dasarian pada 20 hari mendatang >80%). Daerah-daerah dengan status AWAS di mulai dari Jawa Barat (Indramayu), sebagian besar Yogyakarta, Jawa Timur (Sampang dan Malang), Bali (Buleleng), dan sebagian besar Nusa Tenggara Timur. Status SIAGA (telah mengalami HTH >31 hari dan prospek peluang curah hujan rendah <20mm/dasarian pada 20 hari mendatang >80%) terjadi di Jakarta Utara, Banten (Lebak dan Tangerang), Nusa Tenggara Barat dan sebagian besar Jawa Tengah.

Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG (Drs. Herizal, Msi.), wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi: Aceh (pesisir utara dan timur), Sumatera Utara bagian utara, Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.

Berdasarkan hasil prakiraan beberapa Lembaga Internasional dan BMKG, kejadian perubahan iklim global di Samudera Pasifik menunjukkan kondisi El-Nino Lemah, yang mana Anomali SST di wilayah Samudera Hindia menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung setidaknya hingga Januari 2020.

Dampak yang di timbulkan dari kekeringan (El-Nino Lemah) terhadap sektor pertanian adalah kegagalan panen dan penurunan produksi pertanian. Namun demikian pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah memprediksi kejadian kekeringan ini dan telah melakukan upaya penanggulangan. Upaya Kementerian Pertanian dalam penanggulangan dampak kekeringan adalah 1) pemberian bantuan pompa air, 2) membangun/rehabilitasi daerah irigasi tersier, 3) membentuk Brigade pananganan kekeringan di masing-masing daerah, 4) pembangunan embung, dam-parit, sumur dalam dan dangkal di beberapa daerah kekeringan, 5) mengembangkan Sistem Informasi Peringatan Dini dan Penanganan Perubahan Iklim pada sektor pertanian (Si-Perditan) berbasis webGIS yang mudah di akses oleh masyarakat khususnya petani.

Aplikasi Si-PERDITAN menyediakan fitur-fitur yang berisi: 1) peta informasi curah hujan secara real time tiap 1 jam dari citra satelit Himawari-8, 2) prediksi ENSO yakni terkait dengan prediksi kejadian kekeringan (el-nino) maupun banjir (la-nina) sampai 8 bulan ke depan, 3) prakiraan curah hujan 6 harian maupun prakiraan curah hujan bulanan selama 6 bulan ke depan yang sangat bermanfaat untuk perencanaan pola tanam, 4) peta potensi kebakaran lahan, 5) peta sebaran dan prakiraan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit hewan, 6) peta sebaran monitoring tinggi muka air (TMA) yang ada di 180 waduk/bendungan dan 7) kamus yang berisikan penanganan OPT sehingga sangat bermanfaat buat petani untuk pengendalian OPT. Fitur-fitur informasi yang ada dalam aplikasi Si-PERDITAN di buat secara dinamis dan interaktif serta berbasis geospasial.

“Dengan memanfaatkan fitur dalam aplikasi tersebut, maka persiapaan dan perencanaan sebelum terjadinya kejadian bencana banjir maupun kekeringan dapat di antisipasi dan di adaptasi sehingga dapat mengurangi dampak kerugian akibat banjir maupun kekeringan”. Aplikasi Si-PERDITAN ini sangat bermanfaat buat pemangku kepentingan maupun petugas lapangan untuk menginformasikan perubahan iklim bagi masyarakat khususnya petani dalam rangka perencanaan resiko untuk mengurangi kegagalan panen dan turunnya produksi pertanian.

Sistem ini berbasis webGIS dan mampu diakses melalui mobile browser yang dapat membantu pihak pengambil keputusan di Kementerian Pertanian maupun pemerintah daerah baik tingkat provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia serta dapat secara interaktif petani berkomunikasi dengan petugas pertanian dalam memperoleh bantuan terkait perencanaan pola tanam, penanganan dampak banjir dan kekeringan dan serangan OPT maupun penyakit hewan. Alamat website aplikasi Si-PERDITAN https://sipetani.pertanian.go.id/siperditan/.

Sambutan positif terhadap sistem aplikasi Si-PERDITAN di sampaikan oleh petugas pertanian lapangan (PPL) dan pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT) bahwa system ini sangat bermanfaat untuk perencanaan pola tanam dan system budidaya pertanian dalam mengurangi resiko kegagalan panen dan produksi pertanian. Hal ini di sampaikan pada saat dilakukan uji coba dan sosialisasi di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain pengembangan aplikasi Si-PERDITAN, kontribusi Pusdatin dalam pengembangan teknologi pertanian menuju era Industri 4.0 juga telah dilakukan sebelumnya bersama-sama dengan LAPAN yakni dalam pengembangan aplikasi pemantauan fase pertanaman padi berbasis citra satelit SIMOTANDI. (DS-PUSDATIN)