Loading...

Reformasi Birokrasi

Kementerian Pertanian, RI

img

SDM Pelaku Usaha adalah Kunci, BPPSDMP Susun KKNI Kelapa Sawit

 

Kelapa sawit masih menjadi komoditas andalan pendulang devisa negara, bahkan Indonesia merupakan produsen terbesar dunia. Namun, tingginya produksi tersebut bukan karena faktor besarnya produktivitas, tapi lebih kepada luasnya lahan sawit. Untuk meningkatkan produktivitas sawit dan mempertahankan gelar sebagai produsen sawit top dunia, maka peningkatan sumber daya manusia (SDM) adalah kunci.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian, Dedi Nursyamsi menjelaskan salah satu faktor mengapa Indonesia menjadi produsen kelapa sawit nomor satu dunia, karena sawit merupakan  tanaman tropis, yang sesuai kondisi negara kita. Untuk produksi energi dibandingkan negara lainnya di dunia, khususnya Negara AS, Eropa, China dan negara maju lainya, Indonesia sangat efisien.

Namun Dedi mengakui, tingginya produksi sawit Indonesia belum ditunjang dari sisi produktivitas tanaman. Saat ini, produktivitas sawit milik rakyat berkisar 2-3 ton/hektar (ha), di bandingkan milik perusahaan produktivitas sebesar 7-8 ton/ha. Artinya, rata-rata produktivitas sawit di Indonesia hanya 5 ton/ha. Sementara dari sisi kepemilikan, luas lahan milik rakyat hampir 45 persen dari total nasional dan perusahaan 55 persen.

Produktivitas sawit Indonesia jauh lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 10 ton/ha. Padahal sebelumnya negara tetangga itu justru belajar sawit ke Indonesia,” kata Dedi saat Konsensus Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bidang Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (12/8).

Menurut Dedi, salah satu faktornya adalah karena pelaku usaha di Malaysia dari hulu ke hilir lebih handal dan profesional. Karena itu, untuk mempertahankan Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia pengungkitnya adalah sumber daya manusia. “Mau tidak mau, harus digenjot SDM menjadi handal, professional, kompeten, berdaya saing dan berjiwa entrepreneur agar bisa menghasilkan sawit sampai 10 ton/ha,” tegasnya.

Dalam menghadapi persaingan, Dedi melihat, ke depan kita tidak bisa hanya mengandalkan keunggulan geografis sebagai negara tropis untuk meningkatkan produksi sawit. Sebab, jika hanya itu (keunggulan geografis, red), maka hanya tunggu waktu,  produksi sawit kita akan tersaingi negara lain yang SDM-nya lebih unggul.

“Jika kita memiliki praktisi sawit yang kompeten, handal dan professional, berdaya saing dan berjiwa entrepreneur, maka kita akan mudah membangun infrastruktur, kita juga akan mudah melakukan inovasi teknologi sawit. Karena itu dalam lima tahun ke depan, kita fokus membangun SDM, termasuk pelaku usaha sawit,” katanya.

Dijelaskan lebih lanjut menurut Dedi, salah satu bukti SDM yang kompeten adalah sertifikasi yang dikeluarkan lembaga sertifikasi dan pemerintah, baik melalui pendidikan, pelatihan maupun magang. Namun untuk itu, perlu ada kurikulum dan materi pembelajaran. Kurikulum tersebut berasal dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) kelapa sawit berkelanjutan.

KKNI itu nantinya menjadi jembatan pemerintah dengan dunia usaha dan pendidikan/lembaga pelatihan.  “Kalau sudah ada kurikulumnya akan mendorong terbentuknya SDM bidang kelapa sawit yang mampu meningkatkan produktivitas dan menghasilkan produk turunan kelapa sawit, sampai mengekspor,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Bina Standarisasi Kompetensi dan Pelatihan Kerja, Kementerian Tenaga Kerja, Sukiyo mengatakan, semua sektor, termasuk perkebunan memang harus membangun KKNI, karena akan menjamin kualitas SDM yang bekerja.  “Kami harapkan semua sektor memiliki KKNI yang menjadi pedoman bagi lembaga pendidikan dan setifikasi. Dengan KKNI, bargaining position kita akan lebih kuat. KKNI nantinya juga menjadi rujukan ke depan,” ujarnya.

Wakil Komite KADIN bidang Pelatihan, Dasril Rangkuti menyambut positif dengan adanya konsesus KKNI kelapa sawit, karena akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha kelapa sawit dalam membangun usaha. Sebab, nantinya produk industri sawit merupakan hasil dari SDM yang memiliki sertifikasi.  

“KKNI akan menjadi acuan bagi industri dalam merekrut SDM. Sekarang ini SDM yang direkrut perusahaan sifatnya umum, sehingga kita harus memberikan pelatihan sebelum memulai kerja,” katanya. (NK)